"Tentang Cinta"



Silvi menengadahkan tangannya ke langit, membiarkan air hujan membasahi tangannya. "Andaikan aku bisa terlepas bebas dari perasaan ini, pasti rasanya tak sesakit ini..."desahnya. "Cinta oh cinta... haruskah air mataku habis karenamu?". Gadis manis itu menarik nafas panjang. Ia menatap langit, hujan masih turun saat itu.
"Semoga guyuran air hujan dapat meredam kesedihanku..." Silvi kembali melangkahkan kaki. Menerobos hujan yang semakin deras. Ia membiarkan butir-butir air hujan membasahi tubuhnya. Sesekali ia menyeka air matanya. Tak ada yang tau kalau gadis itu menangis, air matanya hanyut seiring derasnya hujan.
"Aku ingin melupakan semuanya...!!!" teriak Silvi.

"Silvi... gila loe ya..." seseorang menarik tangan Silvi. "Kenapa Loe ujan-ujanan? Gue udah bilang kan gue bakalan jemput kamu..."

Silvi hanya diam, kata "Loe" dan "Gue"  terdengar begitu kasar baginya. Panggilan yang tak pernah ia harapkan terucap dari orang itu.

"Sil...Loe denger gue ngomong kan?!?"

Silvi hanya menoleh, tak sepatah katapun keluar dari bibir mungilnya. Ia hanya menatap Raka sekilas dan kembali pada posisi semula.

"Sil, loe nangis?"

Silvi mendesah, "Jangan pernah jemput aku lagi Kak... Aku bisa pulang sendiri... Dan jangan hubungi Silvi lagi, mungkin akan lebih baik Silvi melangkah sendiri. Terima kasih untuk semuanya..."

"Baiklah kalau itu mau kamu, aku akan pergi dari kehidupanmu...."

Silvi mengangguk, dan ia kembali berjalan. Hatinya hancur mendengar kata-kata Raka barusan. Tapi hatinya akan semakin hancur apabila ia tetap dekat dengan Raka, sedangkan Raka bukan lagi miliknya. Raka telah menjadi kekasih orang lain. Dan hingga kini Silvi belum bisa melupakannya. Rasa sayang masih melekat di hatinya.

"Sampai kapan aku seperti ini? Terombang-ambing dalam asa yang tak pasti...Kak, andaikan aku bisa, aku ingin membuang jauh-jauh rasa ini. Sakit banget rasanya...Aku terlanjur sayang sama kakak... Tapi kenyataannya...Kakak lebih memilih orang lain..." tangis Silvi pecah saat itu.

"Aaaa..."

*  *  *

"omg Silvi.... cuma gara-gara cinta kamu nekat nglakuin ini..." teriak Kiara histeris. Suara cemperengnya menggema hingga ujung lorong kos. Untung masih siang, para penghuni kos yang lain belum pulang. Coba kalau udah, pasti di omelin sama yang lain.

Silvi masih termenung sembari menikmati hangatnya coklat buatan Kiara.
Kiara menatap Silvi, "Gue ngerti perasaan kamu Sil... Tapi ngga seharusnya kamu seperti ini. Masih banyak orang yang sayang sama kamu, bukan hanya Raka."

"Gue terlanjur sayang sama dia Ra... Ngga semudah itu melupakan..."

"Kamu pernah mikir ngga... Saat kamu kaya gini, kamu mikirin dia, ngarepin dia kembali, apakah dia juga mikirin kamu Sil? Engga...!!! Dia malah punya pacar baru..." ujar Kiara kesal. "Apa yang kamu harapkan dari dia??? Dia hanya bisa bikin kamu sakit hati Sil... Cewek sebaik kamu ngga pantes disakiti..." Kiara berjalan ke jendela. Sebulir air mata mengalir dari pelupuk matanya, sedih rasanya sahabat yang dulunya selalu tertawa, kini lebih sering menangis.

Sayup-sayup terdengar isak tangis Silvi. Kiara menoleh, "Apa yang harus gue lakuin Sil biar kamu kembali ceria?" tanyanya dalam hati. "Gue ngga mau nglihat kamu kaya gini..." ia menghampiri Silvi dan memeluknya. Tangis Silvi pecah dalam dekapan Kiara.

"Ra...mungkin aku akan mengabulkan permintaan Papah..."
"Kamu serius Sil...? Udah kamu pikirkan matang-matang?"
Silvi mengangguk. "Aku ngga tau harus gimana lagi. Aku capek terus-menerus seperti ini... "
"Ya udahlah Sil kalau kamu udah yakin..."
"Maafin aku ya Ra,,," Silvi menatap Kiara. "Loh kok kamu ikutan nangis sih?!? Katanya ngga akan pernah nangis... Ihhh cewek tomboy bisa nangis juga ternyata..." Silvi tertawa.
"Ihhh... Silvi...Gue emang ngga pernah nangis, tapi gue sedih kalau sahabat gue yang paling baik ini menangis..." Kiara merangkul Silvi.
"Makasih sayang...."

"Semoga ini yang terbaik, meski nantinya aku akan kehilangan semuanya... Toh semua opsi punya konsekuensi..."ujar Silvi dalam hati.


*   *   *

Sejak kejadian itu Silvi lebih sering menyendiri, dia juga berusaha cuek saat bertemu dengan Raka. Keputusannya sudah bulat.

"Kamu yakin Nak dengan keputusanmu...?"tanya Bu Dewi memastikan.
Silvi menarik nafas panjang, sedetik kemudian ia mengangguk. "Terima kasih Bu," ujar Silvi saat Bu Dewi menyerahkan sepucuk surat utuknya. "Permisi..."

Silvi tidak langsung ke kelas, ia menyusuri koridor sekolahnya. Sejenak mengenang tempat-tempat yang berarti di setiap sudut sekolah. "Semuanya menyimpan kenangan, tapi beberapa dari kenangan itu begitu menyakitkan..."desah Silvi dan ia kembali melangkah.

Duuuukkkkk!!!
Silvi terhuyung, ia memegang kepalanya yang terasa pening.
"Silvi...."pekik seseorang. "Maaf...."
"Raka...???" ia melepaskan tangan Raka yang menggenggam tangannya. Dan bergegas pergi.
"Silvi tunggu...."
Namun gadis itu tetap berjalan tanpa menoleh. Raka hanya mendesah. Saat berbalik ia menginjak sebuah amplop, Raka pun mengambilnya. Ia tampak terkejut saat membaca surat itu.
Dengan lesu Raka mengambil bola basket yang tadi sempat mengenai Silvi, ia kembali mendribbing bola, hanya saja sang Kapten basket mulai tidak fokus. Fikirannya selalu tertuju pada sosok Silvi.

*   *   *

"Dari mana loe jam segini baru balik ke kelas? Oh habis ngapelin Kak Raka ya yang lagi latihan basket?!? OMG Silvi... Kak Raka tuh udah punya pacar baru...nyadar dong loe... kecentilan banget sih...."cerocos Keren.

Silvi menatap Keren sekilas sembari tersenyum kecil dan ia kembali berjalan ke bangkunya.

"Tuh cewek tumben ngga komen..." tanya Keren heran.
"Loe tuh yang selalu cari masalah..." celetuk Kiki sang ketua kelas. "Bilang aja loe iri sama Silvi..."
"Tau ahh gelap..." Keren kembali asyik dengan kacanya.

Silvi membereskan barang-barangnya yang ada di laci. Ia menoleh, tapi bangku Lisa kosong. Dia tidak masuk karena sakit. Gadis cantik itu menulis sesuatu dan meletakkannya di laci meja Lisa. Ia menatap sekelilingnya, senyumnya mengembang, "Terima kasih Ipa 1..." bisiknya. Ia memandang teman-temannya satu persatu. "Kalian Luar Biasa... Sukses All..."

"Silvi..."
Silvi melangkah ke depan kelas, tentu saja hal itu membuat teman-temannya heran. Ini belum waktunya pulang, tapi Silvi sudah membawa tasnya. Bu Dewi merangkul Silvi. Silvi mencoba untuk tetap tegar, meski berat rasanya meninggalkan teman-teman yang sangat memahaminya.

"Sil, Elo..."
"Anak-anak, mulai hari ini Silvi akan meninggalkan kita, ia akan mengikuti Ayahnya yang dipindah tugaskan ke Singapore..."
Kelas menjadi riuh, secepat itukah Silvi akan pergi. Sosok cerdas yang selalu ceria, penuh canda tawa.

"Elo serius Sil mau ninggalin kita-kita...?" tanya Keren. Sontak seantero kelas menatap Keren, cewek yang sangat membenci Silvi. "Gue emang benci banget sama Elo, karena Elo selalu mendapatkan apa yang gue inginkan... Tapi gue ngga mau kalau Elo harus pergi... Gue ngga mau Silvi..."

"Elo tau, diem-diem Elo itu gue jadiin penyemangat hidup gue...!!! Meski gue ngga pernah menampakkan itu..." suara Keren melemah.

Silvi terdiam, ia mencoba menahan agar air matanya tidak menetes. Tapi dia gagal. Air mata mengalir begitu deras dari pelupuk matanya. Keren berjalan ke depan dan langsung memeluk Silvi. Suasana haru semakin menyelimuti kelas Ipa 1. Satu demi satu memeluk Silvi untuk yang terakhir kalinya. Berat memang. Tapi itu sudah menjadi keputusan Silvi.

*  *  *

Raka berdiri mematung di depan kelas Silvi. Hatinya hancur menerima kenyataan bahwa Silvi harus pergi. Sejujurnya dia masih sangat menyayangi Silvi, tapi disisi lain dia juga menyayangi Rina. Ia tau salah, mencintai dua orang dalam waktu yang sama. Dia juga menyadari telah membuat Silvi terluka. Dan mungkin kepergian Silvi juga karenanya.
Raka mendesah, ia menatap Silvi. Hatinya perih saat melihat gadis manis itu menangis. "Maafin gue Silvi..." ia melangkah perlahan meninggalkan kelas Silvi.

*  *  *

Silvi membereskan barang-barang yang ada di lokernya. Tanpa sengaja ia menjatuhkan sebuah foto, gadis itu mengambilnya. Buku yang ia pegang pun jatuh berserakan, ia menangis tersedu-sedu. Yah itu foto saat Silvi masih bersama Raka. "Sakit banget rasanya..." bisik Silvi. "Semoga dengan keputusan ini, aku benar-benar bisa melupakanmu Kak... Semuanya hanya masa lalu yang begitu pahit untuk dikenang...!!!" Silvi menyobek foto itu, dan meninggalkan barang-barang pemberian Raka.

"Selamat tinggal cinta, persahabatan, dan perjuangan... Aku menang dalam kompetisi, namun aku kalah dalam urusan cinta. Dan pengecut sepertiku tak pantas untuk tetap berada disini... " bisiknya. Ia mengamati sekelilingnya. "Terima kasih..."

Saat melewati lapangan basket Silvi melihat Raka duduk membelakanginya. "Aku ingin melupakanmu kak, benar-benar ingin... Tapi kenapa kamu selalu ada di pandangan mataku..." batin Silvi. "Tapi toh ini terakhir kalinya aku melihatmu... Terima kasih untuk cinta dan luka yang kau tanamkan di hatiku... "

Silvi terus berjalan tanpa menoleh saat melewati Raka.

"Silvi..."

Teriakan Raka membuat Silvi berhenti. Gadis itu tengah sibuk mengatur perasaannya.

"Maafin gue..."
Silvi hanya mengangguk dan kembali berjalan, namun genggaman tangan Raka menghentikan langkahnya. Silvi mencoba melepaskannya, namun tangan Raka begitu kuat menggenggam tangannya.

"Lepasin..."teriak Silvi tanpa menoleh. Namun genggaman tangan Raka semakin kuat. Silvi berbalik dan menampar pipi Raka.

"Belum puaskah kakak membuatku terluka..?!?Apa mau kakak...???" bentak Silvi emosi. "Sakit Kak... sakit banget dipermainin kaya gini..."tangis Silvi pecah. "Kakak ngga punya perasaan...!!!Kenapa kakak membuat Silvi jatuh cinta jika pada akhirnya kakak lebih memilih orang lain...!!! Kakak ngga punya hati...." suara Silvi mulai melemah.
"Dan setelah ini, Silvi berharap ngga akan pernah melihat Kak Raka lagi...!!! Lepasin tangan Silvi Kak... Kenapa kakak nglakuin ini sih...???"
"Karna gue masih sayang sama kamu Silvi....!!!"
"What?sayang....??? Kakak ngga pernah mikirin perasaan cewek ya...!!! Cukup hati Silvi aja yang terluka karna kakak... Penuturan kakak barusan benar-benar membuat hatiku dan Kak Rina terluka....!!!" Silvi menarik tangannya dan mendorong Raka. Ia pun bergegas pergi.

"Silvi tunggu....!!!"
Andaikan bukan Kak Rina yang memanggilnya ia takkan berhenti. "Ada apa lagi sih?!?Hatiku udah terlalu sakit kak..."desah Silvi.

"Kalau kamu masih mengharapkan Raka kembali, silahkan. Gue ikhlas kok..."
Silvi menoleh, "Sorry Kak, Silvi ngga bisa. Pergi dari sekolah ini udah menjadi keputusan Silvi yang ngga bisa diganggu gugat. Dan Silvi juga ngga mau jadi Perusak Hubungan Orang... Semoga kakak bahagia sama Raka..." Silvi menarik nafas panjang. "Sorry Kak, Silvi buru-buru..." ujarnya saat mobil jemputannya sudah datang.

Silvi kembali menatap sekolahnya sebelum masuk mobil. "Bye..."

*  *  *

Silvi duduk di sofa, sejenak ia mengamati sekeliling kamarnya. Semua barang berharganya sudah ia kemasi. "Oh Singapore..." ia menghempaskan tubuhnya ke sofa. "Aku pergi sendiri ke sana???" ujarnya ragu.
Silvi mengambil hp dan menghubungi ayahnya. Senyumnya kembali mengembang menghiasi wajahnya.
"Singapore... i'm coming...." ujarnya senang. "but...."

"This day, i will go to Singapore. Aku akan membuka lembaran baru tanpa cintamu, sebuah keajaiban akan terjadi dalam perjalananku. Taukah kamu apa yang akan terjadi??" tulis Silvi di status medsosnya. Di Facebook, Twitter, BBM and Path. Statusnya mendapat banyak respon dari teman-temannya.

Sejam kemudian Silvi sudah ada di Bandara. "Sampai jumpa, entah aku bisa kembali ke sini lagi atau tidak... Tapi paling tidak aku tak lagi bertemu denganmu...Raka...."

*  *  *

Berita di Televisi benar-benar membuat orang-orang yang mengenal Silvi heboh. Bagaimana tidak, pesawat jurusan Indonesia - Singapore mengalami kecelakaan di udara. Dan Silvi menjadi salah satu korban dalam kecelakaan itu. Jasadnya tidak ditemukan. Statusnya di medsos menghebohkan dunia maya. Banyak orang berkomentar bahwa status Silvi itu pertanda. Berbagai pendapat simpang siur tanpa kejelasan.

Puluhan buket bunga dan Ratusan ucapan bela sungkawa berdatangan ke rumah Silvi. Di sekolahnya juga digelar doa bersama. Mereka merasa kehilangan. Apalagi orang-orang yang pernah dekatnya. Mereka terpukul dengan berita itu.

Raka duduk di ruang musik. Pandangannya kosong. Ia merasa begitu bersalah. "Secepat itukah kamu pergi Sil...?!? Semua ini gara-gara gue kan...?!!" Raka menangis. Dulu setiap hari sabtu Raka dan Silvi selalu bersama di ruang musik. Keduanya memang mempunyai hobi yang sama. Sama-sama menyukai musik.

"Yeee... ngga gitu kak."ujar Silvi protes. "Gini nih nadanya..." gadis itu merebut gitar yang tengah dimainkan oleh Raka. Silvi memetik senar gitar penuh penghayatan, dan ia pun menyanyi. Suaranya yang merdu menarik perhatian siswa yang melewati ruang musik.

Tepuk tangan meriah saat Silvi selesai membawakan sebuah lagu. Silvi tampak terkejut karena banyak siswa yang menonton. "Kak Raka kok ngga ngasih tau Silvi sih kalau sudah banyak orang..."

"Gpplah Sil, kali-kali denger suara kamu yang merdu..." ujar Vino teman sekelasnya. "Beruntung banget ya Kak Raka bisa ngedapetin kamu. udah pinter, cantik, suaranya merdu lagi. Tipe calon istri idaman..."

Huuuuuuu....
Serempak yang ada di ruangan itu menyoraki Vino. Silvi hanya tersenyum. Mukanya memerah menahan malu.

"Awas aja kalau kalian berani ngegodain cewek gue..."ancam Raka.

"Tenang aja keles.... Tapi kalau sampai Silvi nangis gara-gara kakak kita ngga terima...."ujar Vino.

Raka tersentak dari lamunannya saat Rina duduk disampingnya. "Masih mikirin Silvi yah...?"tanya Rina.
Raka hanya mendesah.

"Sorry kalau aku ganggu..." Rina melangkah pergi. Raka hanya menoleh, dan kembali dalam lamunannya.

Rina menyenderkan tubuhnya di depan ruang musik. Ia menangis. Hatinya perih, ternyata memang benar Raka masih sangat menyayangi Silvi. Raka tak mencegah dirinya pergi. "Sebenarnya kamu nganggep gue apa sih Raka...? Gue itu pacar kamu, tapi kamu jelas-jelas menampakkan rasa sayangmu pada orang lain padaku..."

*  *  *

Lisa membuka surat dari Silvi yang diletakkan di laci mejanya.

Dear Lisa Sayang...

Hari ini kamu ngga masuk, sedih denger kamu sakit, sedih karena aku ngga bisa berpamitan langsung sama kamu. Aku menerima penawaran Ayahku untuk pindah ke Singapore. Semakin lama disini membuat hatiku semakin sakit Lisa. Lisa, terima kasih. Selama ini kamu menjadi sahabat terbaik aku, selalu ada saat tangis dan tawaku. Aku menyayangimu, sahabatku. Sukses selalu ya... Aku yakin suatu saat nanti kita dipertemukan kembali, entah itu di dunia ataupun di surga. Semoga....

Salam Sayang...
Silvi Aida 

"Silvi sayang,,, suratmu sudah aku terima. Kamu tau ngga, semua orang di sekolah ini menangis saat mendengar kamu menjadi salah satu korban kecelakaan pesawat itu. Mereka sangat kehilangan. Apalagi Kak Raka, ia tampak seperti orang frustasi. Kak Rina jadi marah deh. Lucunya, ternyata Kak Raka sangat dan sangat menyayangimu... Tapi entah kenapa gue merasa kalau kamu masih ada ya Sil... Aku yakin kamu masih hidup, dan semoga memang masih... Aku yakin kita akan bertemu lagi saat keadaan sudah membaik. Saat kamu sudah menjadi gadis yang kuat tanpa Kak Raka, saat kamu dapat mencapai semua mimpi-mimpimu... Kita akan kembali bersua, bercanda dan melangkah bersama... Salam sayang dariku untukmu,,, Silvi Sayang...." tulis Lisa di buku hariannya.


*   *   *

Dua bulan kemudian...

"Via... Elo jadi juara satu Olimpiade Fisika tingkat Nasional..." ujar Riki girang. Ia mencubit kedua pipi gadis cantik itu.
"Riki sakiittt.....!!!" Via memukul lengan Riki dengan buku yang dibawanya.
"Via ih,,,, sakit tau... Ngga kira-kira Loe ya mukulnya pake buku setebal itu... Ini kekerasan dalam sekolah, gue tuntut loe baru tau rasa..."
Via tertawa, "Yang mulai duluan siapa coba?! By the way, Elo seriusan ngomongnya tadi???"
"Ya iyalah masa ya iya dong..."
"Diihh... Allay banget sih loe jadi cowok!!! Jijay..." via mencubit lengan Riki. "Yeaayyy... akhirnya gue menang Rikiiiii.....!!!" teriak Via.
Riki menutup mulut Via dengan kedua tangannya. "Gila Lu... Loe kira ni sekolah milik nenek moyang, seenaknya aja teriak-teriak... Malu-maluin tau...!!!"
"Sorry... Gue kelepasan....Yukk ahh...." Via merangkul Riki.
"Ribet ya punya saudara kaya Loe... ngga bisa ditinggal kemana-mana!!! Bisa-bisa diculik kalau gue lengah sebentar ajaa...."
"OMG Riki.... Elo jadi sepupu lebay maksimal tau ga...!!! Siapa juga yang mau nyulik gue?!? Daa Via mah apa atuh..."
"Da Via mah baik, cantik, pinter, perfectlah pokoknya... Siapa yang ngga mau coba..." ledek Riki.

Via menjitak kepala Riki.
"Loe cewek ngga punya hati yaa... cantik-cantik berandal Lu..."
Via tertawa, kini ia bisa tertawa lepas. Seolah beban yang ia pendam dulu mulai berguguran. Riki menjambak rambut panjang Via.
"Gue baru nyadar rambut lu udah panjang Via..." Riki mengeluarkan hpnya. "Lihat nih foto lu pertama kali dateng,,, item, kucel, culun..."
"Rikiii....."teriak Via kesal.
"Bercanda Via cantik...." Riki duduk di taman yang tak jauh dari komplek perumahannya. "Lu mah udah dari dulu cantik, tapi terlalu lugu..."
"Oiya...." Via duduk disamping Riki.

Sejenak keduanya terdiam, asyik dalam lamunan masing-masing. Angin berhembus sepoi-sepoi, namun mampu menerbangkan daun-daun kering pohon asam jawa. Indah sekali, melayang-layang seolah tanpa beban.

"Ki kita selvi yukk... udah lama gue ngga narsis..." Ujar Via.
"Ciisss.... " Via dan Riki langsung pasang gaya narsis. "Keren loh, update ahh....Eh tapi jangan deh..."
"Ih Plin-plan elu mah..."

*   *   *
Sudah menjadi rutinitas Riki dan kawan-kawannya, setiap malam minggu membuat rumah ramai. Via hanya mendesah saat melihat Riki and the gank bercanda di taman belakang. Hal itu membuatnya rindu dengan teman-temannya dulu.

Via melangkah ke ruang keluarga, ia duduk di depan piano. "Mah, Via sempet galau berat karena cinta..." ujar Via sembari memainkan piano. "Dan sampai sekarang pun Via belum bisa melupakannya. Ma, pernah ngga mama ngerasain seperti itu dulu??" Bulir-bulir air mata mengalir dari matanya. Ia memainkan lagu manusia bodoh yang sempat dipopulerkan oleh Ada Band. Via membawakannya dengan penuh penghayatan.

Permainan piano Via menarik perhatian kawan-kawan Riki, betapa terkejutnya mereka seorang gadis cantik tengah memainkan piano, selama ini mereka belum pernah bertemu dengannya. Yah Via memang tak pernah menampakkan diri saat teman-teman Riki datang.

"Sejak kapan dia disini Ki?" tanya Kevin.
"Udah hampir dua bulan...." jawab Riki. "Jangan macem-macem ya... Dia saudara gue,,,,"
"Woles Bro... Dia cantik banget sih, Tapi kelihatannya dia lagi sedih...."
Riki hanya tersenyum.
"Kenalin dong...." pinta Kevin.
"Kenalan aja sendiri..." Riki melangkah pergi.

"Hei cewek..."
Mendengar suara seseorang Via pun menoleh, ia tampak terkejut melihat cowok yang berdiri di dekat pintu. Via langsung mengusap air matanya.

"Kamu nangis?" tanya cowok itu.
Via menggeleng, ia hanya tersenyum. Ia pun kembali memainkan piano.
"Salam kenal cantik, gue Kevin..."
"Gue Via..." jawabnya. "Salam kenal Kevin..." ujar Via ramah. Ia memang sosok gadis yang pandai bergaul. Ia selalu ramah meskipun dengan orang yang baru ia kenal.

"Keevviiiinnn.....!!!" suara nyaring Riki terdengar begitu mengerikan.
"gue pergi dulu ya,,, lain kali kita ngobrol bareng yaa...."
Via mengangguk, ia hanya tersenyum melihat sikap Kevin yang menurutnya konyol.

*   *   *

"Gila... saudara lo cantik banget sih, ramah lagi... demen deh gue...."
"Jangan macem-macem lu yaa..."
"Yee siapa tau Silvi juga suka sama gue..." ujar Kevin.
"Lu tuh bukan level dia..."
"Tau Ah... Loe mah bukan sahabat yang baik Ki,,," kata Kevin kesal.
Riki tertawa, "By the way Vino lama banget siih...."
"Kebiasaan dia mah...."

*   *   *

"Bosen ahh....!!" Via melemparkan diarynya. "Mending main basket ajaa...." cewek manis itu bergegas ke halaman depan. "Ya meskipun gue ngga bisa, paling ngga bisa berkeringat deh..." Via mulai mendribbing bola. Mungkin karena belum ahli, saat mendribbing bola itu memantul dan mengenai seseorang ya ng kebetulan lewat.

"Oooppss....Sorry...." Via merasa sangat bersalah.

Cowok itu menatap Via, "Elo bisa main basket ngga sih?" Dia mengambil bola basket dan memainkannya. Cowok itu sangat gesit, berkali-kali ia memasukkan bola ke ring. Gaya bermainnya juga keren.

"Hei Kamu, dari pada bengong lebih baik nyoba deh biar ngga mencelakai orang lagi..." ujarnya sembari tersenyum kecil.

"Gue kan ngga sengaja..." batin Via kesal. Ia pun mendekati cowok itu. "Gue Via..."
"Gue ngga minta elo memperkenalkan diri, gue cuman mau ngajarin loe maen basket ajaa biar ngga mengenai orang lagi...." ia kembali mendribbing bola.

"Tuh cowok nyebelin banget siih....!!! Malu banget ihhh...."

"Hei... malah bengong. Kesambet tau rasa lo..." ia melemparkan bola ke arah Via. Bola itu mengenai lengan Via lalu menggelinding. Via akan mengambil, disaat yang sama cowok itu juga mengambilnya. Mereka bertatapan sejenak. Via mau mengambilnya, tapi insting cowok itu rupanya lebih cepat. Via jadi kesal dibuatnya.

"Gini nih caranya...." cowok itu mengajari dasar-dasar permainan bola basket. Via memperhatikan dengan seksama. "Nih cobain..." ia melemparkan bolanya.
Via berhasil menangkapnya, ia pun mempraktekan ilmu kilat yang ia dapatkan. Gadi itu berhasil memasukkan ke ring. " Yeee... gue bisa...!!!" pekiknya senang.
"Tanding sama gue yuk..."
"Gila Loe,,, masa gue yang masih seumuran jagung tanding sama loe yang udah jago..."
"Bawel lo ya,,, mau belajar ngga sihh...." Cowok itu mengambil bola dari tangan Via dan mendribbing mengelilingi Via.

"Nama gue Vino, Via... Kalau Elo menang, gue bakalan turutin semua kemauan lo, tapi kalau lo kalah Lo harus nurutin perintah gue..."

Via hanya bengong mendengarnya.

"Elo malah diem berarti tanda setuju.... Oke deal..." ujar Vino, ia sudah berdiri di depan Via.
"Enak ajaa main bikin peraturan sendiri, emangnya gue mau..." ujar Via akan beranjak pergi, namun tangan Vino menghentikan langkahnya.

"Kalau lo pergi, loe harus tanggung jawab udah mencelakai gue..."
"Gue udah bilang kan, gue ngga sengaja...!!!"
"Gue maafin tapi loe tanding sama gue..."
"Tapi tanpa syarat apapun... Menang ataupun kalah..."
"Oke..." jawab Vino kemudian.

Sebenarnya sudah bisa ditebak siapa yang menjadi pemenang. Gimana engga, Vino itu kapten basket di sekolahnya. Dia sengaja mengajak Via bertanding, karena ia ingin Silvi bisa bermain basket dengan baik.

"Udah ahh gue capek..."ujar Via. Gadis itu langsung duduk.
Vino tertawa kecil. "Kalau habis olahraga tuh, kakinya jangan dilipet... nanti kena varises..." Vino menarik kaki Via.
"Kasar banget sih Loe..." ujar Via kesal.
Vino duduk di samping Via. "Permainan loe bagus juga, perbanyak belajar yaa..."
"Ogah kalau diajarin sama Loe ahhh... Kasar sih elonya..."
"Tapi elo cepet bisa kan..."
Via tersenyum, memang sih dia jadi bisa bermain basket.

"Waahhh kacau,,, udah ditungguin dari tadi malah berduaan sama sepupu gue..." ujar Riki.
"Trus masalah buat Loe...?" Vino melangkah pergi meninggalkan Via dan Riki.
Via hanya tertawa melihat sikap, tuh cowok juteknya ngga ketulungan, cuman baik juga siih...

"Loe suka sama Vino Vi?"
"Ngga... Kata siapa?"
"Tuh elo senyum-senyum sendiri..."
"Tau ahh..." ujar via lalu melangkah pergi meninggalkan Riki.

"Dasar sepupu nyebelin..."desah Riki, "tapi kalau pertemuaannya dengan Vino membuat via kembali ceria baguslah... Apapun bakal gue lakuin asalkan dia bahagia..."

*  *   *



Bab II
Jika Kau Membuatku Kesal, Apa Itu Cinta?

Kini Via mulai membuka diri, ia mulai mau bergabung dengan Riki dan kawan-kawannya. Dan ternyata Vino, si cowok judes itu satu sekolah sama Via. Cuman dia ngambil kelas ekselerasi, jadi mereka ngga pernah ketemu. Sekali bertemu, keduanya sempat membuat suasana kantin saat istirahat sedikit ramai. Keduanya bagaikan kucing dan tikus. Gara-gara ketidaksengajaan Via menubruk Vino dan membuat baju cowok cool itu terkena noda saos.

"Sorry..."
"Kamu...?!!" Vino terkejut saat melihat Via.
Via mendongak, gadis itu tak kalah terkejutnya. "Vino..."
"Kenapa sih tiap ketemu kamu gue sial mulu..." ujarnya kesal.
"Eh cowok tengil, gue ngga sengaja tau...!!!"
"Dari dulu ngga sengaja mulu...!!! Makannya kalau jalan tuh pake mata, ngga pake dengkul!!!"
"OMG Hello, gue ketemu sama Lo baru dua kali keless..." saking kesalnya Via mengambil es teh yang dibawa Cindy dan menyiramkannya ke muka Vino.

Tapi sedetik kemudian Via menyesali kekonyolan yang ia lakukan, tanpa berfikir panjang, ia menarik tangan Cindy dan mengajaknya berlari sekencang-kencangnya.

"Via...!!!" teriak Vino marah.

***

"Via... elo konyol banget sih...!!!"teriak Cindy histeris. "Berani banget sih kamu ngelakuin itu ke Vino? Elo bakalan ngadepin masalah besar setelah ini, pertama elo bakalan berurusan sama Vino yang super galak. Kedua elo bakal berurusan sama penggemar rahasia dia..."

Via terengah-engah. Ia menunduk pasrah."Gue ngga tau Cindy, tadi itu refleks gue siram dia. Abis dianya bawel banget sih, lagian gue kan ngga sengaja...."

"Cewek berandal...!!! Elu bikin masalah lagi ya..." Riki menjewer telinga Via.
"Riki...!!!Sakit tau... !!!" Via mencoba melepaskan telinganya. Ia menggigit tangan Riki, membuat cowok itu meringis kesakitan.

"Jangan maen-maen sama gue ya Riki..." ujar Via kesal.
"Elo apaain temen gue...?"
"Gue siram pake es teh..." ujar Via nyantai. Gadis itu tersenyum simpul, walau sebenarnya ia ketakutan. "Abis dianya nyolot sih,,, belagu dia..."

"Ohhh... gue belagu ya..." Vino menjambak rambut panjang Via yang dikuncir kuda.
Via berbalik, dan wajahnya langsung merah karena melihat Vino di depannya.
"Apa lu...??? Mau macem-macem lagi???"

Via terdiam, ia tengah berfikir bagaimana caranya untuk kabur. Kepalanya pusing, karena jambakan Vino lumayan kuat. Sejurus kemudian Via tersenyum senang, tentunya hal itu membuat Vino curiga. Raka yang sudah mengetahui ide licik Via berusaha memberi tau Vino, tapi terlambat karena gerak gadis itu lebih cepat. Via menggigit tangan Vino, dan refleks tangan kiri Vino menampar pipi kanan Via. Cewek itu terhuyung, pipinya merah. Disudut hidungnya mengalir darah segar.

Via berusaha berdiri dan langsung berlari meninggalkan Vino, Riki, Cindy dan kawan-kawannya. Sedangkan mereka masih berdiri terpaku, tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.

***

"Tu cowok kasar banget sih...!!!" umpat Via kesal. Ia mengamati sekelilingnya. "Kemana lagi gue musti kabur?!!"
Sejenak senyumnya mengembang, pertanda ia menemukan tempat untuk berpijak.

Sementara itu Vino, Riki dan Cindy berlari mengelilingi area sekolah, namun tak juga menemukan jejak langkah Via.
"Kemana lagi kita harus nyari Via Kak, gue capek...!" ujar Cindy lalu duduk di bangku panjang di bawah pohon jambu merah yang terletak di taman belakang.
"Via tuh orang atau nenek lampir sih, cepet banget ngilangnya...!!!" celetuk Vino. Ia tampak kesal hari ini. Mukanya merah menahan marah, atau khawatir dengan kondisi Via...???
Riki tampak berfikir, "Dia ngga akan mungkin berani keluar dari sekolah. Dan yang gue lihat tadi, Via berlari ke arah sini." sepupu Via itu kembali terdiam, mencoba mengingat-ingat sesuatu.

"Via... turun Loe...!!!" teriak Riki sambil mendongak ke atas.

Gadis itu terkejut mendengar namanya dipanggil, sehingga jambu air yang ia makan terjatuh dan mengenai kepala Vino.
"Via...!!!" teriak Cindy dan Vino bersamaan. Sedangkan Riki hanya menggaruk kepalanya yang tak gatal, ternyata hobi sepupu kecilnya itu belum hilang.
"Kalau aja Loe ngga inget hobi gue, gue aman tau...!!!" Via meneloyor kepala Riki. "Saudara macam apa sih Loe...?"
"Vi, kapan Loe turun..??"
"Gue loncat Cin,"Via tersenyum. "Kalian berdua sih bengong mulu, ngga nyadar kan kalau gue turun...!!!" jawabnya sembari merapikan roknya. "Cobain deh Cin, jambunya manis banget kaya yang metik..."

Vino yang sedari tadi diam memperhatikan Via, langsung menarik tangan gadis itu. "Ikut gue ke UKS!!!", ia tak peduli meski gadis itu meronta, eratnya genggaman tangan Vino, membuat gadis itu menyerah. Vino mengambil handuk kecil dan es batu, dengan penuh perhatian cowok itu mengompres memar di muka Via akibat tangannya.

"Sorry,,, gue ngga bermaksud nampar kamu tadi." ujarnya lembut dan merasa bersalah.
"Aku kok yang salah," jawab Via sembari menunduk. "Maaf, ngga seharusnya aku bikin kamu kesel..."
Vino tersenyum mendengarnya, ia duduk di samping Via. "Aku baru tau kalau ada cewek yang suka manjat..." ia menatap ke depan. "Cewek secantik kamu lagi..."
Via menoleh, memastikan cowok yang disampingnya itu tidak sedang mengejeknya. Namun kata-katanya benar-benar tulus, "Kan seru..." jawab Via sambil tertawa.
"Hobi yang aneh untuk gadis sepertimu..." Vino menatap Via, "Sekali lagi sorry yaa, aku benar-benar ngga ada maksud buat ngelukain kamu, emang sih aku kesel banget sama kamu tadi... Tapi suer ngga ada niat,"

"Iyaa,,," belum sempat Vino menyelesaikan kata-katanya, Via udah nyambung duluan. 
"Gue belum selesai ngomong, Via..." ujar kakak kelasnya itu gemas. Vino mengacak poni Via, membuat gadis itu cemberut.

Vino menatap Via, entah apa yang sedang ia rasakan saat ini, karena kebahagiaan itu tiba-tiba menyelinap.





EmoticonEmoticon