Ibu, Aku Bukan Anak Bandel Kan?

"Kamu ngga bandel sayang, kamu anak yang cerdas." kata Ibu sembari memelukku dengan penuh kasih sayang. Sejak saat itu setiap ada orang yang mengatakan aku anak bandel, aku cuek aja, kan aku anak cerdas. Omongan mereka ngga menghalangi langkahku untuk terus bereksplorasi. Bahagianya memiliki seorang Ibu yang bisa membaca bakat putrinya sejak dini, sehingga tidak banyak tuntutan dan bisa mengarahkan sesuai potensi yang kumiliki.

Aku anak keempat dari 5 bersaudara yang cenderung berkemampuan di bidang akademik, alias kecenderungan pada otak kiri. Mereka anak-anak penurut, teratur, disiplin, rapi, dan sikap-sikap baik lainnya, berbeda 180 derajat denganku yang cenderung "susah diatur", tidak bisa diam ketika belajar, dan sering membuat ulah yang membuat orang lain jengkel. Mulai dari naik meja ketika ada pengajian di rumah tetangga, memecahkan lantai keramik di rumah teman ibu yang baru dibangun, atau memetik bunga kesayangan ibu RT yang dinanti-nanti mekarnya. Tapi seingatku, tak pernah sekalipun terlontar kata-kata, "kamu kok nakal sih!!!" dengan nada keras.

Mungkin saat itu beliau malu dengan kelakuan putrinya yang super aktif, tapi apa yang beliau lakukan, beliau mendekapku dan berbisik, "anak cerdas, tenang dulu yaa, dengerin pengajian, nanti main lagi." Emang dasarnya aku ngga betah diem, baru lima menit duduk langsung lari ke jalan. Dan brukkkk...!!! Seorang tukang ojek jatuh tersungkur, dan aku yang hanya cengar-cengir sambil meniup luka-luka kecil akibat tergores aspal. Yahh aku terserempet motor, pengajian yang tadinya khusyuk langsung ramai, ibu-ibu keluar memastikan aku baik-baik saja. Padahal yang lebih parah sepertinya mamang tukang ojeknya. Lagi-lagi ibu hanya tersenyum.

Di rumahpun aku yang selalu jadi perusuh, semua keinginan harus terpenuhi, tiap ngelihat kakak punya barang baru, langsung ribut, nangis kalau ngga dikasihin. Alhasil kakak deh yang nangis karena merelakan barang kesayangannya. Atau ketika aku pergi jauh, kakak ketiga yang selalu mendapatkan tugas untuk mencariku. Saat itu aku tidak takut ke siapapun kecuali Bapak.😂 pernah dikunciin pintu, bukannya nangis minta maaf, malah nyanyi-nyanyi sambil gedor-gedor pintu, sampai ketiduran. Kakak yang lain belajar, akunya asyik baca komik atau bobo langgananku. Alhamdulillahnya tiap semesteran selalu berada di 5 besar.

Sempat berhenti sekolah setahun, dan selama ini kugunakan untuk mengumpulkan uang. Ngumpulin cengkeh dikeringin, ngumpulin daun cengkeh juga pernah, terus dikiloin, yang paling seneng mah ngumpulin besi terus nunggu tukang rongsokan lewat depan rumah. Begitu laku, uangnya langsung ludes dalam waktu sehari, untuk beli barang-barang yang mungkin ngga terlalu penting. Suatu hari kakak kedua, kakak perempuan membawakan gelang dari manik-manik, dilihat sekilas, dan akhirnya diprotolin dan dibikin lagi, taraa jadinya lebih bagus. Makin semangat tuh ngiloin besi, hasilnya buat beli manik-manik. Tiap hari kerjaannya bikin gelang, cincin dan kalung, terus dijual deh. Dan itu didukung sepenuhnya oleh ibu. Aku belajar entrepreuner sejak kelas 1 SD, yang saat itu sedang tidak sekolah.

Melihat kemampuanku yang berbeda dibanding dengan ketiga kakakku, Ibu semakin jeli memperhatiakan perkembanganku. Setiap menemukan artikel tentang keterampilan beliau kumpulkan dan dibuat kliping, dari situlah aku belajar berkreasi. Mencoba ini itu, memanfaatkan barang-barang bekas, disitulah ibu semakin yakin jika kemampuanku condong ke otak kanan, persis seperti ibu. Ibu memang hanya lulusan SMA, tidak bisa melanjutkan kuliah karena terpentok biaya, namun beliau selalu belajar, ngga tanggung-tanggung, belajarnya langsung di perpustakan UGM. Dan dibimbing oleh kakaknya yang super cerdas. Jadi beliau bisa mengembangkan bakatku sedini mungkin.

Beliau yang menjelaskan kepada Bapak, bahwa aku berbeda dengan ketiga kakakku, hingga akhirnya Bapak pun menerima dan tidak terlalu menuntutku untuk berprestasi di bidang akademik, selalu masuk peringkat 5 besar sudah cukup, berbeda dengan kakak-kakakku yang selalu nangkring di peringkat pertama. Dua hal yang membuatku fokus, berkreasi dan menulis. Kadang menulis puisi, cerpen, atau sekedar cerita pendek yang memenuhi lembar belakang buku catatanku.

Kecenderungan otak kanan semakin terlihat saat mengikuti tes sidik jari, jadi Ibu semakin mendukung dengan segala aktifitas yang aku lakukan, yang berhubungan dengan menulis dan kreatifitas, sejak terpetakan, kenakalan dan kebandelanku mulai berkurang, karena hasrat berkarya sudah tersalurkan. Jadi lebih nurut, bisa membagi waktu, mana saatnya mengembangkan minat dan juga saatnya belajar.

Saat di panti pun, meski saat itu lagi piket masak, tiap ada acara, pasti dapet jatahnya PJ keterampilan. Lulus SMA ikut program santri mukim akhlak plus wirausaha, makin terbuka wawasannya, saat itu punya impian bisa buka toko aksesoris, yang didalamnya ada pelatihan gratis dan selalu terlantun ayat-ayat suci, tausiyah ataupun musik positif. Aamiin, semoga terwujud. Alhamdulillah setahun setelah diwisuda, @alfia_collection lahir, dan terus berkembang sampai sekarang.

Semua ini tak lepas dari doa dan dukungan wanita terhebatku, lima anak dengan kemampuan yang berbeda, namun beliau sanggup untuk memetakan potensinya masing-masing. Kini, masing-masing sudah larut dalam pekerjaan yang sesuai dengan bakatnya, sehingga terus berkembang dan bisa berprestasi tinggi. Dan akupun ingin seperti beliau, menjadi seorang ibu yang nantinya bisa menghantarkan anak-anaknya menjadi bintang sesuai talentnya. Berarti harus dipersiapkan dari sekarang untuk terus belajar, semangat!!!


EmoticonEmoticon